Selasa, Februari 24, 2009

Rabu Terakhir di Bulan Safar ( Rabu Wekasan )

Malam ini adalah malam rabu terakhir di bulan Safar. Ada beberapa hal yang perlu kita ketahui tentang Rabu terakhir di bulan Safar (Rabu Wekasan).

Seorang ulama besar, Imam Abdul Hamiid Quds, mufti dan imam Masjidil Haram Makkah pada awal abad 20 dalam bukunya “Kanzun Najah was-Suraar fi Fadail al-Azmina wasy-Syuhaar” mengatakan, “Banyak Awliya Allah yang mempunyai Pengetahuan Spiritual telah menandai bahwa setiap tahun, 320 ribu penderitaan (Baliyyat) jatuh ke bumi pada hari Rabu terakhir di bulan Safar.”

Hari ini dianggap sebagai hari yang sangat berat dibandingkan hari-hari lain sepanjang tahun. Beberapa ulama mengatakan bahwa ayat Alquran, “Yawma Nahsin Mustamir” yakni “Hari berlanjutnya pertanda buruk” merujuk pada hari ini.

Untuk melindungi dari kutukan yang jatuh ke bumi pada hari tersebut—Rabu terakhir di bulan Safar—dianjurkan untuk melakukan salat 4 rakaat (Nawafil, sunnah). Setiap rakaat setelah al-Fatihah dibaca surat al-Kawtsar 17 kali lalu surat al-Ikhlash 5 kali, surat al-Falaq dan surat an-Naas masing-masing sekali.

Setelah salat dianjurkan untuk memanjatkan doa memohon perlindungan dari segala kutukan dan bencana yang jatuh ke bumi pada hari tersebut. Doanya adalah sebagai berikut:

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim,

Allaahumma Ya Syadidal Quwa, Wa Ya Syadidal Mihal, Ya Aziiz, Ya Man Zallat li Izzatika Jamii'a Khaliqika, Ikfini min syarri Jamii'i Khaliqika, Ya Muhisinu, Ya Mujmilu, Ya Mutafadh-dhilu, Ya Mun'imu, Ya Mukrimu, Ya man La Ilaha Illa anta Arhamni bi Rahmatika ya Arhama Ar-Rahimiin,

Allahuma bi Sirril Hasani wa akhiihi, wa Jaddihi wa abiihi, wa Ummihi wa Baniihi, Ikfini syarra haazal yawmi wa ma yanzilu fiih,Ya Kaafi al-muhimmaat, Ya Daafi al-baliyyat, fasa yakfiika humullaahu wa Huwa Samii'ul Aliim, wa Hasbuna Allah wa Ni'mal Wakiil wa la Hawla wala Quwwata illa billa hil Ali'yyil Azhiim.

Wa Shallallahu ala Sayyidina Muhammadin Wa ‘ala Aalihi Wa Shahbihi wa Sallam.
Amiin.

Adab Harian di Bulan Safar

Selain awrad harian, lakukan pula awrad berikut ini setiap hari:
• Syahadat 3 kali,
• Istighfar 300 kali,
• Banyak bersedekah

Awrad tambahan di atas berfungsi sebagai perlindungan terhadap 70.000 bala (kutukan) yang dijatuhkan kepada umat manusia di bulan ini. Mawlana Syekh Nazim QS juga berpesan untuk berhati-hati terhadap kesulitan yang terjadi pada hari Rabu terakhir di bulan Safar.

Umat Islam di tanah air, mulai dari ujung Barat sampai ujung timur negeri Ini, memperingatinya dengan beragam upacara tradisional dengan beragam acara. Peringatan ini tampaknya sudah merupakan suatu tradisi turun temurun setempat yang lamanya sudah ratusan tahun. Sejarah peringatannya juga ada perbedaan antara satu tempat dengan tempat lainnya.

Di Kabupaten Pontianak, di Kota Mempawah dan sekitarnya, setiap rabu terakhir Safar diperingati dengan menyelenggarakan upara tradisional yang disebut Robo’ Robo’. Mengingat acara ini sudah rutin diadakan setiap tahunnya, maka sejak beberapa tahun yang lalu Robo’-robo’ telah masuk dalam kalender pariwisata Kalimantan Barat (Kalbar). Upacara ini merupakan wujud untuk mengenang datangnya Opu Daeng Manombon ke Kota Mempawah dari Sulawesi Selatan tahun 1637, melalui Desa Kuala Secapah dan kemudian mendirikan Keraton Amantubillah di tepi Sungai Mempawah, Kabupaten Pontianak. Upacara yang biasanya dipimpin langsung oleh Sultan dari Keraton Amantubillah itu, antara lain berisikan kegiatan syukuran, memanjatkan doa tolak bala, makan bersama serta mengunjungi makam Opu Daeng Manombon yang terletak di sebuah bukit di Kecamatan Kuala Mempawah.

Di daerah Jawa Tengah, upacara pada rabu terakhir Safar juga diadakan pada sejumlah tempat, termasuk di Yogyakarta. Kegiatan ini masuk dalam kalender pariwisata daerah Yogyakarta dengan upacara yang disebut Rebo Wekasan atau Rebo Pungkasan. Adapun mitos tentang Upacara Rebo Wekasan ada beberapa versi, tetapi inti dan upacara tersebut ada kesamaan, yakni tentang kyai yang tinggal di Desa Wonokromo dan mempunyai kelebihan mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit dan dapat memberikan berkah untuk kesuksesan usaha dan tujuan-tujuan tertentu seperti membuat tolak bala dan sebagainya.

Diceritakan bahwa pada awalnya Rebo Pungkasan atau Rebo Wekasan, merupakan upacara tradisional yang terjadi di suatu tempat yang disebut tempuran, yaitu tempat bertemunya Sungai Gadjah Wong dengan Sungai Opak. Tempuran tersebut terletak kira-kira 2 km sebelah timur Balai Desa Wonokromo.

Upacara tradisional Rebo Pungkasan ini mengikuti dan meniru tindakan yang pernah dilakukan Ratu Kidul dan Sultan Agung, juga dilakukan sudah sejak lama.

Di Riau, Kabupaten Lingga, Pulau Singkep dan Daik Pulau Lingga lain lagi. Tradisi masyarakatnya pada rabu terakhir Safar adalah yang mereka sebut dengan mandi Safar, atau mandi tolak bala secara bersama, membaca doa selamat dan dilanjutkan dengan makan bersama.

Dari apa yang diselenggarakan oleh warga setempat setiap rabu terakhir bulan Safar ini, terlihat adanya kesamaan yang menonjol, yaitu syukuran, membersihkan diri, membaca doa tolak bala dan doa selamat, dan bergembira / makan bersama. Upacara ini juga merupakan ajang silaturahim tahunan warga setempat yang sangat positif. Namun dalam perjalanan waktu, berdasarkan apa yang ditulis oleh sejumlah media massa dan dari brosur kegiatan yang disebarkan, ternyata upacara ini kini sudah cukup banyak yang memodifikasinya dengan acara diluar dari yang disebutkan di atas. Sangat disayangkan bahwa ada diantara kegiatan tambahan dan kegiatan penunjang yang berbau syirik, melanggar ketentuan Islam. Misalnya saja ada kegiatan semalam suntuk; ada kegiatan di pengunjung wanita meniru Ratu Kidul dengan mengangkat kain mereka sehingga sebagian anggota tubuh yang harus dilindungi menjadi terlihat jelas. Ada pula yang menganggap mandi Safar sebagai media pencuci dosa.

Rabu Terakhir di Bulan Safar ( Rabu Wekasan )SocialTwist Tell-a-Friend

Tidak ada komentar:

Posting Komentar